Kafka on the Shore
a 2002 novel by Japanese author Haruki Murakami. John Updike described it as a “real page-turner, as well as an insistently metaphysical mind-bender”. Wikipedia
Published: 2002
Original language: Japanese
Characters: Kafka Tamura, Satoru Nakata, Sakura, Miss Saeki, Hoshino, Oshima
Genres: Speculative fiction, Fiction, Novel
Kisah dibuka dengan kecelakaan pada sekelompok anak dari Taman kanak-kanak. Tanpa penyebab yang jelas, anak-anak tersebut pingsan di saat yang bersamaan. Seorang guru yang sedang bersama dengan mereka pun harus mendapati dirinya menjadi satu-satunya orang yang selamat dan shok dengan kejadian tersebut. Dari belasan anak yang tertimpa kecelakaan tersebut, hanya seorang anak, Nakata, yang baru dapat terbangun 3 bulan semenjak kecelakaan itu terjadi.
Selang berpuluh-puluh tahun kemudian, seorang anak berusia 15 tahun, yang menghendaki namanya dikenal sebagai Kafka Tamura, memutuskan untuk pergi dari rumah karena mengetahui bahwa takdir yang tidak dikehendakinya sedang menunggu. Karena merasa jika takdir tersebut akan terjadi jika ia tidak meninggalkan rumah, maka ia memutuskan untuk pergi sekaligus meninggalkan ayahnya.
having an object that symbolizes freedom might make a person happier than actually getting the freedom it represents,-Haruki Murakami, Kafka on the shore
Perjalanan yang dikehendaki oleh Kafka ialah perjalanan untuk mencari kebebasannya dari takdir yang telah ia ketahui. karena ia tahu, maka ia menghindarinya. Nakata justru berjalan sesuai dengan kewajibannya. Karena ia menyadari jika ia harus melakukan sesuatu, maka ia mengikutinya, mengikuti takdir yang harus ia jalani. Di dalam cerita ini terdapat dua tokoh penting yang tak pernah bertemu, namun perjalanannya masing-masing saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Ini adalah novel Haruki Murakami yang pertama kali saya baca dan saya langsung menyukainya.
Kisahnya tidak dapat ditebak dan dipenuhi unsur kejutan. Setelah mencapai bagian tengah cerita, saya baru menyadari jika cerita yang dituliskan oleh Haruki Murakami ini ternyata beraliran surealis. Jika banyak sekali hal-hal aneh yang ditemukan, nikamati saja dulu, tidak usah dipikirkan terlalu mendalam. Bahkan Haruki Murakami sendiri pun mengatakan jika kita ingin benar-benar memahami isi cerita, maka kita harus membaca buku ini berulang-ulang kali. Tetapi, terlepas dari unsur surealisnya, sebenarnya buku ini mudah sekali dicerna ketika membacanya, jadi tidak usah takut untuk mulai membacanya. Tidak mengerti mendalampunn, kita akan tetap sangat terhibur.
Tokoh-tokoh di dalam cerita ini pun sangat unik. Seperti Nakata yang sangat lugu dan baik hati, Kafka yang berusaha tegar, Oshima yang cerdas dan berani, Miss Saeki yang rapuh, Hoshino yang pantang menyerah.Tetapi jangan salah, keseluruhan tokoh di dalam cerita ini dirangkai dalam situasi yang berbeda dari kebanyakan novel. Yang jelas, buku ini mampu membuat saya menikmati setiap halamannya dengan cara yang hanya dapat dilakukan oleh buku berkelas.
Menurut informasi yang saat ini saya baru mengetahuinya (saat menuliskan review ini), ternyata versi Indonesia-nya sudah ada. Mungkin nanti, kalau saya boleh dapat bukunya dengan gratis ya, saya baru mau baca versi Indonesianya.
Setelah dilihat, dari kovernya pun kok saya berasa aneh gitu ya. Masa ada tambahan “Labirin Asmara Ibu dan Anak”. Jadi ragu kan mau baca versi Indonesianya. Lalu-lalu, mari kita tengok apa yang ditulis di bagian belakang kover buku ini.
Kafka on the Shore adalah novel memikat dengan dua tokoh utama yang sangat mengagumkan: bocah lelaki belasan tahun, Kafka Tamura, yang semenjak usia empat tahun telah ditinggalkan ibu dan kakak perempuannya; dan orang tua bernama Nakata, yang tidak dapat pulih dari peristiwa sial yang menimpanya di masa Perang Dunia II.Kafka Tamura merupakan gambaran lain dari sosok Oedipus, Raja Thebes yang menikahi ibu kandungnya. Sejak Kafka masih belia, ayahnya telah menorehkan ramalan, lebih tepatnya kutukan, pada dirinya bahwa dia bakal membunuh ayahnya, serta meniduri ibunya. Sementara Nakata, lelaki tua aneh yang hilang separuh “bayangannya”, adalah wujud semu dari Kafka.
Novel ber-genre cerita tegang gini adalah buah karya penutur ulung dunia di saat dia bertengger di puncak kejayaannya. Gaya bahasa dan narasi dialognya ringan. Gagasannya eksploratif dan filosofis. Sementara alur ceritanya berkelok-kelok dan penuh teka-teki.
“Sedahsyat The Wind-Up Bird Chronicle. Membaca Murakami… adalah pengalaman yang menggugah kesadaran.”—Chicago Tribune
“Hikayat urban yang luar biasa… menempatkan talenta Murakami sebagai novelis Jepang paling hebat.”—Sydney Morning Herald
“Bacaan yang tajam, menghibur, dan sangat membius.”—Limelight Magazine
“Obat bius paling mujarab dari Murakami.”—Independent
Yah, maaf ya, jadi tahu deh sinopsis umumnya. Tapi, menurut saya penjelasan bahwa Kafka ialah gambaran lain dari sosok Oedipus kok kaya melenceng ya. Padahal itu kan hanya teori dalam salah satu upaya Kafka memecahkan teka-teki takdirnya, bukan berarti memang seperti itu yang diinginkan untuk digambarkan pada sosok Kafka. Kesannya, dari awal Kafka memang bertindak sebagai Oedipus, padahal bukan seperti itu.
FEATURED IMAGE BY CLAY BANKS FROM UNSPLASH
Leave a Reply