Judul : Kumpulan Cerpen Berbeda dan Berwarna
Penulis : Niesrina Nadhifah, Denty Piawai Nastitie , Hasdevi Agrippina Dradjat, Hendri Yulius , Zurhan Afriadi, Indah Yusari, Moudy Taopan, Michael Ari Budiman , Yanamurti Nindya Sekarwangi, Andra Septian, Nur Hidayati Handayani, Solia Mince, Jenny Anggita, Afra Suci Ramadhan, Gracia Temongmere, Gyna Lydiana
Penerbit : UNFPA Indonesia
Tahun cetakan : Agustus 2010
Jenis : Paperback
Rating : 5/5
Mengapa seksualitas dianggap tabu dan disembunyi-sembunyikan? Akibat tabunya informasi mengenai seksualitas, tidak sedikit remaja yang akhirnya bereksperimen untuk mencari informasi mengenai hal ini dengan cara mereka. Sayangnya, justru karena terlalu tabu dan informasinya sulit diperoleh, tidak sedikit remaja yang akhirnya justru memperoleh informasi yang salah mengenai hal ini. Ironis. Mereka yang masih lugu akhirnya malah diperdaya oleh ketidaktahuan yang didukung oleh para orang dewasa.
Buku ini berisi kumpulan cerpen yang ditulis oleh remaja mengenai seksualitas yang dianggap tabu di masyarakat. Apa yang mereka rasakan mereka tuangkan dalam bentuk 17 cerita pendek remaja. Buku kumpulan cerpen (kumcer) Berbeda dan Berwarnamerupakan sebuah buku yang berisi mengenai perihal seksualitas yang dianggap tabu di masyarakat. Kebanyakan orang menganggap seksualitas tidak layak diperbincangkan, bahkan ketika perbincangan tersebut masuk ke dalam dinding-dinding kelas. Kenyataannya, tidak aneh jika banyak sekali remaja yang pada akhirnya tidak mengetahui perihal seksualitas sehingga mereka tidak mampu membentengi diri dari perilaku yang berisiko.
Berangkat dari semangat para pemuda yang tergabung dalam Youth Advisory Panel (YAP) UNFPA Indonesia yang ingin memberi paparan mengenai kesehatan reproduksi pada remaja, buku ini lahir demi menggenggam harapan agar para remaja memahami pentingnya informasi kesehatan reproduksi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
Buku ini dibuka dari cerpen berjudul “J-A-N-G-A-N” yang berpesan mengenai kegelisahan remaja yang tidak diperbolehkan mencari informasi mengenai kesehatan reproduksinya. Akibat informasi yang minim tersebut, tragedi demi tragedi dimunculkan dalam cerpen “CeritaAisyah”, “Gadih yang hilang”, dan “Pilihan Terbaik”. Tahap demi tahap perkembangan alat reproduksi mereka diterangkan dengan gaya yang sangat remaja dalam cerpen “My first wet dream”. Bukan hanya itu, isu-isu gender seperti transgender, perdagangan perempuan, aborsi, dan mitos keperawanan semuanya muncul secara berurut dalam cerpen “Kereta Terakhir”, “Tiga kartini”, “Harap menunggu”, dan “There’s No Such Thing Called Virginity”. Beberapa cerita pendek lainnya seperti “Bunga untuk Ibu”, “Cita-cita gadis”, “Tekad kuat seorang gadis”, “Curhat Heboh seorang Sahabat”, Surat di Ambang maut”, Adikku menangis”, dan “Pilihan terbaik” masing-masing membawa pesan-pesan berbeda kepada pembaca mulai dari perbedaan nilai dan tanggung jawab. Uniknya, seluruh cerita pendek tersebut diramu dalam gaya bahasa remaja yang simpel dan sarat akan apa yang memang dibutuhkan oleh remaja, yakni pengakuan bahwa remaja memang butuh informasi yang tepat agar terhindar dari bahaya yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Sampai akhirnya buku ini ditutup dengan kisah berjudul “Berbeda dan Berwarna” yang menjelaskan mengenai kenyataan kalau remaja mampu menjaga diri mereka dari hal-hal yang selama ini paling dikhawatirkan oleh para orang dewasa, yakni jatuh ke lubang anak-anak ‘nakal’. Dalam kisah ini, bagaimanapun kehidupan remaja merupakan kehidupan yang dipenuhi dengan warna. Mereka satu-sama lain memiliki beragam masalah yang berbeda sehingga penyelesaiannya tidak hanya dengan sebuah metode yang sama. Butuh metode berbeda untuk mengatasi berbagai persoalan remaja. Bahkan, remaja yang dianggap belum matang oleh orang dewasa sebenarnya juga dapat turut membantu mengentaskan persoalan ini dengan baik.
Sulitnya mengakses informasi
Bukti dari sedikitnya remaja yang mengetahui hal ini dapat terlihat dari IYARSH (Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey) tahun 2007, menunjukkan bahwa pengetahuan remaja Indonesia seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas masih rendah. Seperempat remaja Indonesia memiliki pengetahuan yang benar, 55,2 perempuan dan 52% laki-laki mengetahui tentang resiko kehamilan, 2,6% perempuan dan hanya 1,4% laki-laki mengetahui tentang tentang Infeksi Menular Seksual (IMS). Sangat tidak sebanding dengan perilaku berisiko mereka yang diketahui diketahui bahwa remaja terlibat dalam berbagai aktifitas seksual, mulai dari berpegangan tangan (68,3 perempuan dan 69% laki-laki), berciuman (27% Perempuan 41,2% laki-laki), meraba/merangsang (27% Laki-laki dan 9% Perempuan).
Kesehatan reproduksi remaja sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kesehatan remaja secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena masa remaja sangat dipengaruhi oleh kualitas kesehatan reproduksinya. Hormon-hormon perkembangan di dalam tubuh mulai bekerja untuk pertama kalinya, mengejutkan mereka yang sama sekali tak mengerti mengenai tubuh mereka. Oleh karena itu remaja penting untuk mengetahui hak-hak reproduksinya. Menurut Guntoro Utamadi dari Pusat Keluarga Berencana Indonesia(PKBI), ada dua asalan remaja perlu mengetahui hak-hak reproduksinya.
Pertama ialah agar remaja menyadari bahwa pemegang kendali utama atas tubuh mereka ada di tangan mereka, bukan pada orang lain. Dengan menyadari hal tersebut, selanjutnya remaja tidak akan mudah menjadi korban atas paksaan yang menyangkut tubuh dan jiwa mereka sehingga mereka dapat memperjuangkan dan membela diri dari orang lain yang akan melanggar hak reproduksi mereka. Remaja harus memikirkan segala konsekuensi yang akan mereka dapatkan setiap kali menentukan hak-hak reproduksi msemacam apa yang mereka inginkan.
Kedua, dengan menyadari hak-hak reproduksi yang dimiliki oleh remaja, mereka pada akhirnya pun menyadari bahwa orang lain juga memiliki hak reproduksi yang sama sehingga muncul sikap saling menghormati dan tidak melanggar hak orang lain. Jika hal ini akhirnya dipahami oleh seluruh remaja, maka tidak akan lagi kasus berbahaya seperti Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Drugs, penyebaran HIV/AIDS, minimnya informasi yang tepat, serta berbagai permasalahan terkait seksualitas remaja yang sebenarnya dapat dicegah.
Kebanyakan orang umum beranggapan jika pendidikan seksualitas justru dapat membuat pemuda (remaja dan anak-anak) semakin berisiko untuk menjadi remaja ‘nakal’. Mereka melihat bagaimana cara orang barat yang dengan entengnya membagi-bagikan kondom pada siswanya. Padahal, sistem pendidikan seksual sebenarnya begitu luwes karena dapat disesuaikan dengan kondisi budaya dan kepercayaan masyarakat setempat. Sistem pendidikan seksualitas di Indonesia jelas akan sangat berbeda dengan sistem pendidikan seks di Amerika karena dua negera ini memiliki struktur budaya berbeda. Selain itu pendidikan seks dilakukan dengan cara yang bertahap, sedikit demi sedikit asalkan mereka paham tentang informasi. Yang jelas, memberikan informasi yang sesuai kapabilitas usia serta dari orang yang tepat akan jauh lebih baik ketimbang membiarkan remaja mencari informasi yang tidak jelas sumbernya. Karena semakin ditekan remaja memiliki insting manusiawi untuk memberontak, pelarangan oleh orang yang lebih dewasa tidak akan menghentikan masalah remaja.
Bagaimanapun, buku ini layak untuk dibaca. Selain remaja, para orang dewasa perlu juga membaca buku ini agar mereka mengerti kondisi anak-anak mereka dengan baik. Selamat menikmati, semoga bermanfaat.
[tulisan ini dimuat ulang dari tulisan yang sebelumnya ditulis di sini]
Leave a Reply