Judul : This is just my face: try not to stare
Penulis : Gabourey Sidibe
Penerbit : Houghton Mifflin Harcourt
Tahun cetakan : Mei, 2017
Jenis : Ebook
Bukan bintang biasa
Imej seorang bintang yang umumnya muncul di pikiran kita ialah mereka yang berparas cantik dan tampan, memiliki tubuh yang langsing bagi perempuan, atau kekar bagi laki-laki, serta kulit berwarna putih, tan khas latin, dan bersih. Kita pun sering sekali mendengar istilah semacam Oscar’s so white ketika melihat para penerima nominasi hingga pemenang dari ajang film paling bergengsi sedunia tersebut, umumnya didominasi oleh orang-orang berkulit putih. Tidak peduli pada stereotip kebanyakan orang, yang jelas, wanita berperawakan gemuk, berkulit hitam, keturunan Afrika-Amerika yang satu ini telah membuktikan bahwa semua itu tidak berpengaruh bagi dirinya,
.. atau secara tidak langsung ternyata berpengaruh?
Sangat sedikit yang saya ketahui mengenai Gabourey -Gabby- Sidibe. Selama ini saya hanya mengenal Gabourey, semenjak namanya muncul pertama kalinya di Academy Awards ke-82 pada tahun 2010. Gabourey dinominasikan sebagai aktris terbaik dalam perannya sebagai Precious dalam film berjudul sama, yakni Precious (2009). Begitu menemukan buku ini, saya tidak segan langsung membelinya karena saya sangat menyukai buku-buku bertema biografi.
Gabby dilahirkan dari keluarga Afrika-Amerika. Ibunya menikahi ayahnya demi membantu ayahnya memperoleh visa tingga di Amerika. Ayahnya berasal dari Senegal. Bahwasanya Gabby sempat mengalami depresi sehingga harus melakukan terapi juga dijelaskan secara detail di dalam buku ini. Buku ini bisa dibilang mewakili sedikit banyak stereotipe yang diperoleh orang-orang seperti dirinya di Amerika. Sebagai seorang anak kecil, Gabby tidak menyadari bahwa mereka miskin tapi tahu mereka tidak kaya karena mereka tidak berkulit putih. Gabby mengira menjadi kaya “hanya untuk orang kulit putih dan Michael Jackson.” Seiring bertambahnya usia Gabby, dia mulai khawatir tentang kondisi keuangan keluarganya, dan terpana saat Alice, ibunya, berhenti dari pekerjaan sekolahnya untuk bernyanyi di kereta bawah tanah. Dia berpikir, “Apakah kamu gila? Keluar dari pekerjaanmu !! ????”
Ketika Gabby berusia 21 tahun dan benar-benar tidak memiliki pekerjaan, dia melihat sebuah iklan untuk ‘telefon seks’ dan memberanikan diri untuk mengikuti seleksi wawancara. Gabby mengira jika ia akan menemukan “gadis-gadis seksi berpakaian dalam yang sedang berbicara dengan penerima telepon”, namun ternyata ia hanya menemukan kantor biasa dengan pembicara di hadapan telepon, resepsionis, dan pelatih untuk para wanita ‘aktris telefon’. Gabby mencatat bahwa ‘gadis telepon’, umumnya ialah wanita kulit hitam berukuran plus- sama seperti dirinya-, meski ironisnya kebanyakan penelepon justru mengharapkan hal sebaliknya. Dengan kesabaran, Gabby berhasil dalam pekerjaannya, mendapatkan promosi, hingga akhirnya menjadi orang yang melatih ‘pelamar-pelamar’ baru.
Gabby mengatakan bahwa dia dengan sabar mengambil apa yang dia pelajari dari pekerjaannya sebagai ‘penerima telefon seks’ serta menerapkannya di dunia nyata. Dari sana, ia belajar mulai dari bagaimana harus berbicara dengan orang-orang, hingga bagaimana ia harus mengatasi rumor.
Kepercayaan Diri Gabby
Harus saya akui Gabby memang telah menjadi salah satu sosok yang sangat saya kagumi. Dia percaya diri, cerdas, menyenangkan, dan bertalenta. Buku ini sangat menyenangkan dibaca, dan yang paling penting, menghibur. Karena buku ini, saya jadi menonton Precious setelah saya memang sengaja menghindarinya karena tema filmnya yang cukup mengganggu. Sejujurnya, pada awalnya saya benar-benar tidak menyangka kalau ketenaran Gabby masih akan berlanjut setelah debutnya di Precious. Dengan stereotipe Hollywood yang kita kenal, Gabby justru berhasil menjadi salah satu bintang yang paling bersinar di antara para aktor lainnya. Saya menjadi tidak sabar karena ingin melihat bagaimana karir Gabby selanjutnya pasca menyelesaikan buku pertamanya.
Leave a Reply