#34 A Promised Land

5 minutes

Judul : A Promised Land
Penulis :  Barack Obama
Penerbit : Penguen Viking
Tahun cetakan Pertama: 2020
Halaman :  448 halaman
Rating: 4/5

“My mother’s own love of learning, her determination to see beyond the narrow confines of her own experience, were qualities that she passed on to me.”

Sebagai seorang anak, Obama adalah seorang pembaca yang rajin dan Dunham, sang Ibu, memupuk kecintaannya pada buku dengan memberinya berbagai bahan bacaan. Dia membawanya ke perpustakaan setempat dan mendorongnya untuk menjelajahi berbagai genre dan topik. Obama sering berbicara tentang kecintaan ibunya pada sastra dan bagaimana hal itu memengaruhi kebiasaan membaca dan gaya menulisnya sendiri. Dunham juga menyadari pentingnya pendidikan yang baik dan bertekad untuk memberikan kesempatan terbaik kepada putranya. Saat Obama tinggal di Indonesia bersama ayah tirinya, Lolo Soetoro, dia mendaftarkannya di sekolah bergengsi yang memiliki program akademik yang ketat. Belakangan, ketika Obama masih remaja yang tinggal di Hawaii, Dunham mengirimnya ke Sekolah Punahou, sekolah swasta bergengsi yang dia harap akan memberinya landasan yang kokoh untuk kesuksesannya di masa depan. Meski menghadapi tantangan keuangan sebagai ibu tunggal, Dunham berkorban untuk memastikan putranya memiliki akses ke buku dan sumber daya pendidikan. Dia bahkan mengambil pekerjaan tambahan sebagai penulis lepas dan peneliti untuk membantu membiayai pendidikannya.

Selama membaca buku ini, saya terkesan dan tidak bisa berhenti untuk mendalami peran Ibu beliauu terhadap perkembangan Obama. Berikut tiga alasan yang bisa kita pelajari dari ibu Barack Obama, Stanley Ann Dunham:

  1. Nilai pendidikan: Dunham sangat percaya pada kekuatan pendidikan untuk mengubah kehidupan. Dia menanamkan cinta belajar pada putranya dan mendorongnya untuk mengejar hasrat intelektualnya. Fokus pada pendidikan ini membantu Obama mencapai kesuksesan akademik dan akhirnya menjadi Presiden Amerika Serikat.
  2. Pentingnya pertukaran budaya: Dunham memaparkan putranya pada beragam budaya dan pengalaman, mengajarinya untuk menghargai keragaman dan merangkul ide-ide baru. Paparan terhadap perspektif yang berbeda ini membantu membentuk pandangan dunia Obama dan membuatnya menjadi pemimpin yang lebih efektif di panggung global.
  3. Dampak pengorganisasian masyarakat: Dunham adalah seorang ilmuwan antropologi sosial yang percaya pada kekuatan organisasi akar rumput untuk menciptakan perubahan positif. Dia memperkenalkan putranya pada masalah pengorganisasian komunitas dan keadilan sosial, menginspirasinya untuk menjadi pengatur komunitasnya sendiri dan akhirnya mengejar karir di bidang politik. Keyakinannya pada kekuatan tindakan kolektif terus mendorong Obama, terutama saat dia mengadvokasi kebijakan progresif dan penyebab ketidakadilan sosial.

“If we aren’t willing to pay a price for our values, we should ask ourselves whether we truly believe in them at all.”

Dalam buku ini, Barack Obama merefleksikan pengalaman dan wawasannya sebagai politikus dan pemimpin. Judul buku tersebut merujuk pada frasa “tanah perjanjian”, yang memiliki akar alkitabiah dan juga digunakan dalam konteks sejarah dan politik Amerika. Bagi Obama, “A promised land” mewakili gagasan Amerika sebagai mercusuar harapan dan model bagi nilai-nilai dan cita-cita demokrasi.

Namun, dia juga mengakui bahwa realitas sejarah Amerika dan tantangan-tantangannya saat ini seringkali jauh dari cita-cita ini. Di sepanjang buku itu, Obama bergulat dengan ketegangan antara janji Amerika dan kekurangannya. Dia menulis tentang upayanya untuk melakukan perubahan dan membuat kemajuan dalam isu-isu seperti perawatan kesehatan, perubahan iklim, dan kebijakan luar negeri. Pada saat yang sama, dia menyadari bahwa proses politik bisa lambat dan membuat frustrasi, dan bahwa kemajuan seringkali bersifat inkremental daripada revolusioner. Terlepas dari tantangan ini, Obama tetap optimis tentang masa depan dan potensi Amerika untuk memenuhi janjinya. Dia menulis tentang pentingnya demokrasi dan kebutuhan warga negara untuk terlibat dalam proses politik untuk melakukan perubahan. Dia juga menekankan pentingnya empati dan pengertian, baik dalam politik maupun dalam hubungan pribadi, sebagai cara untuk menjembatani perbedaan dan menemukan titik temu.

Semenjak awal, sudah dapat ditebak jika buku ini memang menjadi cerminan dari pengalaman Obama sebagai politisi dan pemimpin, serta ajakan untuk bertindak bagi warga negara untuk bekerja menuju masyarakat yang lebih adil dan setara.

“The audacity of hope – that restless, imaginative spirit inside us – insists that there are better days ahead.”

Dalam buku ini, mantan Presiden Barack Obama membawa pembaca dalam perjalanan hidup, termasuk pula mengenai kepresidenannya. Dari hari-hari awalnya sebagai “pengatur komunitas” di Chicago hingga pemilihannya yang bersejarah sebagai Presiden Kulit Hitam pertama Amerika Serikat, Obama memberikan pandangan yang mendalam dan jujur ​​ke dalam pengalaman dan refleksinya tentang masa jabatannya.

Salah satu aspek yang paling menarik dari buku ini adalah gaya penulisan Obama. Dia memiliki bakat untuk mendongeng dan menggunakan citra yang hidup untuk membawa pembaca ke berbagai momen dalam hidupnya. Ini mengingatkan saya dengan bagaimana menyihirnya beliau ketika berbicara, seorang orator ulung. Apakah dia menggambarkan tekanan kuat untuk membuat keputusan tentang serangan Bin Laden atau saat-saat tenang bersama keluarganya di kediaman Gedung Putih, tulisannya fasih dan dapat diterima, seakan-akan seperti bagaimana beliau ketika berbicara di hadapan halayak yang ramai.

Di sepanjang buku ini, Obama bergulat dengan kerumitan pemerintahan dan keterbatasan kekuasaan politik. Dia menawarkan wawasan tentang proses pengambilan keputusannya tentang isu-isu mulai dari reformasi perawatan kesehatan hingga paket pemulihan ekonomi, dan dia merefleksikan tantangan yang dia hadapi saat bekerja dengan Kongres yang terpecah.

Pada saat yang sama, Obama sangat jujur tentang keterbatasan dan kekurangannya sendiri. Dia berterus terang tentang kerugian yang ditimbulkan oleh kepresidenan terhadap dirinya dan keluarganya, dan dia mengakui bahwa dia tidak selalu dapat memenuhi harapannya sendiri. Tetapi bahkan saat dia menceritakan kesulitan pekerjaannya, dia tidak pernah melupakan harapan dan optimisme yang mendorong kampanye dan kepresidenannya.

Secara keseluruhan, “A Promised Land” adalah memoar yang kuat dan berwawasan luas yang menawarkan perspektif unik tentang salah satu periode terpenting dalam sejarah Amerika. Tulisan Obama menarik dan renungannya jujur dan menggugah pikiran. Apakah Anda seorang penggemar politiknya atau tidak, buku ini sangat layak untuk dibaca. Ngomong-ngomong, ulasan berikutnya mungkin saya akan menulis autobiografi Michelle Obama, sang Istri. Sudah semenjak lama sekali saya ingin mengulas kedua buku pasangan suami istri ini semenjak saya membacanya beberapa tahun yang lalu. Ditunggu, ya!

Advertisement

Comments

6 responses to “#34 A Promised Land”

  1. Meliana Aryuni Avatar

    Masya Allah, reviewer buku juga, ya, Mbak🤩 Keren euy 🤩🤩🤩

    Liked by 1 person

    1. Lina Avatar
      Lina

      makasi mbaa. iya mba daripada kosong berdebu wk

      Like

      1. Meliana Aryuni Avatar

        Hihihi … event kadang jadi penyemangat untuk ngisi blog, Mbak. Diriku juga kadang riweh, hanya disempat-sempati sesempatnya, Mbak 😁

        Liked by 1 person

      2. Lina Avatar
        Lina

        Semangat mbaa. Iya ya, nulis juga bisa dijadiin terapi

        Like

  2. Titik Asa Avatar
    Titik Asa

    Membaca review ini sekilas demikian besar peran ibu bagi perkembangan anak, seperti peran ibunya Obama kpd Obama.
    Hmmm…jadi ingat, wanita tiang negara.

    Salam,

    Liked by 1 person

    1. Lina Avatar

      bener Pak. Peran beliau sangat besar makanya saya masukan sebagai catatan penting di ulasan buku ini.

      Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: